Kabupaten Bandung, – patroligrup.com – Program Citarum Harum yang telah berjalan selama 6 tahun dan mendekati masa transisi, kembali menuai pertanyaan. Semangat awal dalam merubah Sungai Citarum yang dikenal sebagai sungai terkotor di dunia menjadi lebih baik, tampaknya mulai pudar.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak sungai di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami pendangkalan, membentuk pulau-pulau kecil, dan dipenuhi sampah. Bahkan, sampah berserakan di jalan utama. Pertanyaan besar muncul: apakah program Citarum Harum mampu mencapai target akhirnya?
Pencemaran sungai yang dilakukan oleh oknum industri masih terjadi, seperti di wilayah industri Cimahi dan Margaasih, Kabupaten Bandung. Sungai Citarum belum sepenuhnya aman dari pencemaran.
Warga sekitar mengungkapkan bahwa sungai hitam sudah menjadi pemandangan biasa. Satgas Citarum pun dinilai tidak lagi agresif dalam menangani masalah pencemaran seperti di masa awal program.
Sorotan tajam tertuju pada Kolonel Kav Edward Prancis, Komandan Sektor 8 Satgas Citarum Harum. Beliau dinilai memiliki temperamen tinggi, arogan, kaku, dan pelit informasi. Dalam berkomunikasi, Edward Prancis diduga kerap melontarkan kata-kata kasar dan tidak pantas.
Pada Selasa, 1 Oktober 2024, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila, Edward Prancis menunjukkan sikap emosional saat dikonfirmasi oleh wartawan terkait perkembangan wilayahnya, khususnya mengenai pabrik plastik yang tertangkap tangan membuang limbah cairnya.
Saat disapa, Edward Prancis menanggapi dengan ketus dan arogan, “Apa kau nanya-nanya kabar kau ini hobinya beritakan saja, kau juga monyong kau bodat, apa mau kau?”
Sikap Edward Prancis yang tidak profesional ini disaksikan oleh banyak orang, termasuk anggota Sektor 8 dan tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Soreang. Tim DLH yang awalnya berencana melakukan sidak ke pabrik, akhirnya urung karena sikap Edward Prancis.
Edward Prancis juga mengancam wartawan dengan mengatakan, “Kalian bukan anak buah saya, dasar monyong, kalian mau apa, silahkan kalian beritakan apapun tentang saya, saya tidak takut, sayapun akan bertindak juga.”
Beliau juga mempertanyakan kartu pers wartawan dan menunjukkan ketidakpahamannya tentang fungsi dan tugas jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa kolaborasi dalam pentahelix yang seharusnya menjadi pilar utama program Citarum Harum, tampaknya hilang. Diduga, DLH Soreang lebih memilih untuk bekerja diam-diam dan diskriminatif dalam melakukan sidak.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas program Citarum Harum, khususnya di Sektor 8. Apakah sikap arogan dan kurang profesional dari Komandan Sektor 8, Kolonel Kav Edward Prancis, akan menghambat keberhasilan program ini?
Masyarakat dan media berharap agar pihak terkait, termasuk Komando Daerah Militer (Kodam) III Siliwangi, dapat segera mengevaluasi kinerja Komandan Sektor 8 dan mengambil tindakan tegas untuk memastikan program Citarum Harum berjalan dengan baik dan mencapai targetnya.
Red