Kriminal

Hak Kesehatan, Etika, dan Dugaan Kriminalisasi: Keluarga Antonius anak dari Lukminto Desak Pemerintah Berikan Pengawasan Ketat dalam Kasus Terdakwa Skizofrenia Paranoid, Subur Jaya Lawfirm- FERADI WPI

15
×

Hak Kesehatan, Etika, dan Dugaan Kriminalisasi: Keluarga Antonius anak dari Lukminto Desak Pemerintah Berikan Pengawasan Ketat dalam Kasus Terdakwa Skizofrenia Paranoid, Subur Jaya Lawfirm- FERADI WPI

Sebarkan artikel ini

Cianjur,, patroligrup.com ,, 12 November 2024 – Kasus Antonius Anak Lukminto, terdakwa yang didiagnosa mengidap skizofrenia paranoid, memicu perhatian publik terkait hak kesehatan terdakwa dalam penahanan serta dugaan kriminalisasi. Keluarga Antonius, bersama kuasa hukum dan lembaga-lembaga terkait, menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi Antonius yang memburuk akibat kurangnya akses perawatan psikiatri di dalam tahanan. Mereka menyerukan kepada pemerintah agar memastikan perlindungan hak kesehatan mental terdakwa dan memberikan pengawasan ketat dalam kasus ini.

Lydia Oktavia menyampaikan :

  1. Hak Kesehatan Mental dalam Penahanan: Keluarga Minta Akses Pengobatan Psikiatri Layak

Kondisi kesehatan mental Antonius dilaporkan menurun selama masa penahanan di Lapas Cianjur. Dalam surat tertanggal 25 September 2024, pihak Lapas menyatakan bahwa Antonius mengalami gangguan tidur, kegelisahan, dan halusinasi tanpa akses obat-obatan yang diperlukan.

Lydia Oktavia, adik Antonius, menekankan bahwa akses kesehatan mental adalah hak asasi yang wajib dipenuhi. “Kesehatan mental Antonius adalah hak yang seharusnya dilindungi negara. Kami meminta perhatian pemerintah untuk menjamin akses pengobatan yang adil bagi saudara kami,” ujarnya.

  1. Validitas Metode SCL-90 dalam Pemeriksaan Kejiwaan Dipertanyakan

Dalam proses pemeriksaan psikiatrik, Antonius menjalani tes SCL-90 di RS Sartika Asih Bandung. Namun, kuasa hukum dan keluarga mempertanyakan keabsahan metode tersebut sebagai visum psikiatri untuk mendeteksi gejala psikotik skizofrenia paranoid. Menurut Dr. Natalia, pimpinan SPKJ forensik di RSCM, metode ini hanya mengukur tingkat kecemasan atau depresi dan tidak dirancang untuk mendiagnosis gejala psikotik yang menentukan tanggung jawab pidana di masa lalu.

“Seharusnya, Jaksa Penuntut Umum membuktikan kondisi mental terdakwa pada saat kejadian, bukan berdasarkan kondisi saat ini,” ujar Lydia, Keluarga meminta peninjauan ulang terhadap hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan, demi keadilan.

  1. Dugaan Kriminalisasi karena Retas Server Bandar Judi Online

Keluarga Antonius mengungkap dugaan bahwa kasus ini mungkin bermotif kriminalisasi. Antonius, yang dikenal memiliki keahlian di bidang teknologi, diduga telah meretas server milik jaringan judi online, yang mengakibatkan server tersebut tidak berfungsi selama 12 jam. Pihak keluarga menilai bahwa dakwaan yang dikenakan merupakan bentuk balasan terhadap tindakan Antonius melawan perjudian ilegal.

Keluarga, bersama tim kuasa hukum, telah melaporkan kejanggalan kasus ini kepada Kantor Staf Wakil Presiden, Komnas HAM, Komisi Yudisial, dan Komisi Kejaksaan. Mereka meminta pengawasan ketat dari pemerintah untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai asas keadilan.

  1. Informasi Tidak Sesuai Fakta tentang Perawatan di RS Sartika Asih

Keluarga Antonius menyoroti ketidakakuratan informasi yang disampaikan terkait perawatan terdakwa di RS Sartika Asih. Dalam pesan yang diterima melalui WhatsApp, disebutkan bahwa Antonius menerima obat Ativan dan Olanzapine, padahal ia belum pernah menerima obat-obatan tersebut selama masa penahanannya.

Menurut Dr. Fransisca Irma Simarmata, SPKJ yang menjadi saksi ahli dalam persidangan, penghentian pengobatan jangka panjang dapat meningkatkan risiko kambuhnya gejala skizofrenia. Keluarga mendesak agar hak pengobatan Antonius dipenuhi secara konsisten demi kesehatannya.

  1. Keluarga Minta Pemerintah Kawal Kasus Antonius: Pentingnya Standar Etis dan Hak Kesehatan

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran terkait etika dan standar penanganan terhadap terdakwa dengan gangguan kesehatan mental. Keluarga Antonius telah mengajukan permohonan kepada berbagai lembaga, termasuk Kantor Staf Wakil Presiden, Komnas HAM, Komisi Yudisial, dan Komisi Kejaksaan, untuk mengawasi proses hukum ini secara ketat.

“Kami menginginkan agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus ODGJ lainnya,” ujar Lydia Oktavia. “Pemerintah perlu memastikan bahwa terdakwa yang memiliki kondisi kesehatan mental diberikan keadilan yang seadil-adilnya.”

Keluarga Antonius berharap agar pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan perhatian penuh pada hak kesehatan mental terdakwa serta mencegah potensi penyalahgunaan hukum dalam kasus ini. Demikian ujar Lydia Oktavia adik kandung terdakwa.

Kuasa hukum Antonius, Bapak Advokat Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md., dari SUBUR JAYA LAWFIRM – FERADI WPI, mengajukan permohonan pembantaran agar terdakwa bisa mendapatkan perawatan dari psikiater, permohonan ini disampaikan pada sidang pembacaan tuntutan pada 11 November 2024 di Pengadilan Negeri Cianjur.

Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250 Example 728x250