Jakarta – patroligrup.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya potensi korupsi di sektor pendidikan, dengan salah satu kasus yang masih sering ditemukan adalah pemberian hadiah dari orang tua siswa kepada guru pada momen kenaikan kelas. KPK menyebutkan bahwa pemberantasan korupsi di sektor ini perlu dilakukan melalui pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk pendidikan dan pencegahan.
KPK kini menggandeng enam kementerian untuk memperkuat nilai-nilai antikorupsi dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat anak usia dini hingga perguruan tinggi. Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan lewat penindakan, tetapi juga melalui pendidikan yang menjadi kunci utama dalam membangun budaya antikorupsi sejak dini.
“Upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan melalui penindakan, tetapi juga melalui pendidikan dan pencegahan. Pendidikan menjadi kunci utama dalam membangun budaya antikorupsi sejak dini, dan pemerintah kini harus semakin fokus pada perbaikan pendidikan di berbagai levelnya, dengan tujuan utama meningkatkan kualitas dan integritas di sektor ini,” kata Setyo Budiyanto dalam keterangan kepada wartawan, Minggu (16/2/2025).
Dalam catatan KPK, pada tahun 2022 tercatat tiga kasus besar dugaan korupsi di sektor pendidikan yang berhasil ditindak. Modus-modus korupsi yang sering terjadi di sektor ini antara lain penyelewengan anggaran, suap dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru, serta korupsi dalam pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang dan jasa yang tidak transparan.
Temuan dari Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2023 menunjukkan sejumlah permasalahan integritas di dunia pendidikan. Salah satu yang paling menonjol adalah masalah kejujuran akademik, di mana 43 persen siswa dan 58 persen mahasiswa mengaku pernah menyontek, dan praktik plagiarisme oleh tenaga pendidik masih terjadi.
Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa mengaku pernah terlambat ke sekolah atau kampus. Di sisi lain, 43 persen tenaga pendidik tercatat mengalami ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas.
KPK juga mengungkapkan tingginya potensi gratifikasi di dunia pendidikan. Dalam temuan KPK, sekitar 65 persen sekolah masih menerima hadiah dari orang tua siswa untuk guru saat momen kenaikan kelas atau hari raya. Praktik ini berpotensi menjadi gratifikasi yang melanggar hukum.
“Sekitar 65% sekolah masih memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada guru saat kenaikan kelas atau hari raya, yang berpotensi menjadi praktik gratifikasi,” bunyi temuan KPK.
Sektor pengadaan barang dan jasa di pendidikan juga masih rawan terjadi praktik korupsi. Berdasarkan temuan KPK, 26 persen sekolah dan 68 persen universitas mengungkapkan adanya campur tangan pribadi dalam pemilihan vendor pengadaan barang dan jasa.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menyampaikan bahwa meskipun nilai rata-rata integritas sektor pendidikan di Indonesia cukup tinggi, implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK) masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan ini antara lain ketidaksesuaian kebijakan, kurangnya regulasi payung hukum, belum adanya standar kompetensi pengajar, serta terbatasnya monitoring dan evaluasi akibat keterbatasan data, sumber daya manusia, dan dukungan anggaran.
“KPK terus berkomitmen untuk berkolaborasi demi mengimplementasikan pendidikan karakter dan budaya antikorupsi melalui sembilan nilai utama: jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Hingga saat ini, 83% daerah telah memiliki regulasi terkait pendidikan antikorupsi,” jelas Wawan.
Team